MATERI : Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
a)
Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
b)
Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang
termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1.
Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang
dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda
kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan
kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak
atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan
kemungkinan syok.
Etiologi
Abortus pada
wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah
yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8
minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2.
Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa
gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena
penyakit darah tinggi yang menahun.
3.
Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang
diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan
dan infeksi virus toxoplasma.
4.
Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti
gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri,
dan kelainan bawaan pada rahim.
Klasifikasi
Abortus pun
dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a)
Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
b)
Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih
ada yang tertinggal.
c)
Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam
rahim.
d) Abortus
Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan
jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
e) Missed Abortion. Abortus yang
ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
f)
Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau
lebih.
g)
Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h)
Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan
produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
a)
Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila
menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan
makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
b)
Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c)
Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus
Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah
aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
e)
Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex,
Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti
darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam
nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat
hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase
tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan
utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian
infus.
2.
Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan
di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang
mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor
ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang
rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor
kromosom yang belum jelas
Klasifikasi
1.
Mola Hidatidosa Sempurna
a.
Mola Sempurna Androgenetic
b. Mola Sempurna Biparental
2.
Mola Hidatidosa Parsial
Tanda dan
gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak
berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian
dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a.
Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b.
Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c.
Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d.
Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
Manifestasi
Klinis
1.
Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2.
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan
berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3.
Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak
sesuai dengan usia
kehamilan.
4.
Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin
maupun ballottement.
5.
Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah
cukup berat.
6.
Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7.
Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang
merupakan diagnosa pasti
8.
Gejala Tirotoksikosis
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1.
Perdarahan vaginam
2.
Hiperemesis
3.
Hipertiroid
Penatalaksanaan
1.
Perbaiki keadaan umum.
2.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau
kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
3.
Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan
perbaiki keadaan umum penderita.
4.
7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan
ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
5.
Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan
Lanjutan
1.
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan
memakai kontrasepsi oral pil.
2.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu
setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua,
setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan
selanjutnya setiap 3 bulan.
3.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1) Gejala klinis : keadaan umum,
perdarahan
2) Pemeriksaan dalam : keadaan
serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
3) Laboratorium : Reaksi biologis
dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama
Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan
selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus
dicurigai adanya keganasan
4)
Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
3.
Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar
endometrium kavum uteri.
Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis
pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang
terjadi kehamilan di ovarium.
Tanda dan
Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral
(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang
jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika
ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1.
Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih
jarang pada abdomen bagian atas.
2.
Abdomen tegang.
3.
Mual.
4.
Nyeri bahu.
5.
Membran mukosa anemis.
Jika terjdi
syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg,
wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin,
ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
Penanganan
Penanganan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi.
2.
Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1.
Kondisi penderita pada saat itu,
2.
Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3.
Lokasi kehamilan ektopik.
4.
Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG
yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan
pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1.
Transfusi, infus, oksigen,
2.
Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika
dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4.
Perdarahan
1.
Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada
dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa
tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi
sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran
klinis plasenta previa
a.
Perdarahan tanpa nyeri
b.
Perdarahan berulang
c.
Warna perdarahan merah segar
d.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e.
Timbulnya perlahan-lahan
f.
Waktu terjadinya saat hamil
g.
His biasanya tidak ada
h.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i.
Denyut jantung janin ada
j.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l.
Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
1.
Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
2.
Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di
atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
3.
Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium
uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4.
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan
letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope,
dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya
dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5.
Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6.
Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan
dengan PD yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan
melakukan PD sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1.
Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
2.
Plasenta Previa
Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
3.
Plasenta Previa
Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4.
Plasenta
Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan
Tindakan
pada plasenta previa :
1.
Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
2.
Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea
segera dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3.
Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena
plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena
plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar
4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4.
Tindakan setelah melahirkan.
1)
Cegah syok (syok hemoragik)
2)
Pantau urin dengan kateter menetap
3)
Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4)
Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik.
Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien
gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
(Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
2.
Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir. (Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
Etiologi
Penyebab
utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1.
penyakit hipertensi menahun
2.
pre-eklampsia
3.
tali pusat yang pendek
4.
trauma
5.
tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava
inferior
uterus yang
sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada
waktu anak pertama lahir
Di samping
hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1.
umur lanjut
2.
multiparitas
3.
ketuban pecah sebelum waktunya
4.
defisiensi asam folat
5.
merokok, alcohol, kokain
6.
mioma uteri
Klasifikasi
Secara
klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1.
solusio placenta ringan
2.
solusio placenta sedang
3.
solusio placenta berat
Klasifikasi
ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya
placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan
keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks
dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang
darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom
retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang-
kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
Gejala
klinis
1.
Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2.
Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak
sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3.
Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena
isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga
uterus teregang (uterus en bois).
4.
Palpasi sukar karena rahim keras.
5.
Fundus uteri makin lama makin naik
6.
Bunyi jantung biasanya tidak ada
7.
Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus
(karena isi uterus bertambah
8.
Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan
adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari
hematom retroplasenta.
Gambaran
klinik
1.
Solusio plasenta ringan
Ruptura
sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya
sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.
Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi
lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah
teraba.
2.
Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga
luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti
solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus,
yang disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam
tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba
tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba.
Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa,
harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada
dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan
ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.
3.
Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat
terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan
ginjal.
Penanganan
solusio plasenta
1.
Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi
ketat.
2.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah
luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin
hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks
panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2
jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk
mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5
iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
Transfusi darah.
Transfusi
darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita
waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
Pemberian O2
1.
Pemberian antibiotik.
2.
Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis
tinggi.
Khusus :
Terhadap
hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar
dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu
diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1
gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila
kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan
sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen
darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%,
diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen,
transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per
1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen
dalam darah dapat diatasi.
Untuk
merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan
tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah
pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan
melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat
diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
1.
Bagian placenta yang terlepas meluas
2.
Perdarahan bertambah
3.
Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
3.
Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir
spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1.
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari
uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi
yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2.
Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta
pada uterus.
3.
Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti
manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta;
serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab
terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1.
Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena
tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum
lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi
menjadi:
1)
Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
2)
Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
3)
Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4)
Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
Plasenta
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Penanganan
Penanganan
retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1.
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium
klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.
Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml
larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus
berkontraksi.
3.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan
manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan,
jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim
relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi
dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan
palpasi sekunder.
4.
Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding
uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat
pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di
sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur
uteri dapat dibedakan:
1.
Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada
korpus.
2.
Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering
pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut
lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.
Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,
seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2.
Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak
maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri.
3.
Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau
versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4.
Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut
robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.
Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2.
Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Etiologi
Penyebab
kejadian ruptur uteri, yakni:
1.
tindakan obstetri,
2.
ketidakseimbangan fetopelvik,
3.
letak lintang yang diabaikan
4.
kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau
induksi persalinan,
5.
jaringan parut pada uterus,
6.
kecelakaan.
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1.
Histerektomi baik total maupun sub total
2.
Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di
jahit sebaik-baiknya
3.
Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian
antibiotika yang cukup.
Tindakan
yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1.
Keadaan umum penderita
2.
Jenis ruptur incompleta atau completa
3.
Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama,
pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
4.
Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5.
Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6.
Umur dan jumlah anak hidup
7.
Kemampuan dan ketrampilan penolong
Manajemen
1.
Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan
staff kamar operasi
2.
Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no
16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang
lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan
saline normal, sampai darah didapatkan ).
3.
HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah
cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4.
Berikan oksigen
5.
Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera (
laparatomi dan histerektomi )
6.
Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi
aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.
5.
Preeklampsia Berat
Definisi
Suatu
komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1.
Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis >
110 mmhg
2.
Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3.
Gangguan selebral atau visual
4.
Edema pulmonum
5.
Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6.
Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7.
Trobosisfeni
8.
Pertumbuhan janin terhambat
9.
Peningkatan serum creatinin
Preeklampsia
Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan
harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan
kejang:
1.
Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2.
Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas,
penghisap lendir, masker oksigen, oksigen)
3.
Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4.
Aspirasi mulut dan tenggorokan
5.
Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg
untuk mengurangi risiko aspirasi
6.
Berikan O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan
umum
1.
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan
antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
2.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16
atau lebih
3.
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4.
Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan
pemeriksaan proteinuria
5.
Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6.
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai
aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
7.
Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung
janin setiap 1 jam
8.
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya
krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
9.
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika
pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti
konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko
terjadinya depresi neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
1.
Hipotermia
2.
Hipertermia
3.
Hiperglikemia
4.
Tetanus Neonaturum
5.
Penyakit-penyakit pada ibu hamil
2.
Kegawatdaruratan Neonatus
a.
Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan
pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang
sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini
terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur
orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa
perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi
kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar
terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem
organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi,
ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
b.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Kegawatdaruratan pada Neonatus
1)
Faktor Kehamilan
a)
Kehamilan kurang bulan
b)
Kehamilan dengan penyakit DM
c)
Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan
dengan penyakit kronis ibu
e)
Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f)
Infertilitas
a.
Faktor pada Partus
1. Partus dengan
infeksi intrapartum
2. Partus dengan
penggunaan obat sedative
b.
Faktor pada Bayi
1.
Skor apgar yang rendah
2.
BBLR
3.
Bayi kurang bulan
4.
Berat lahir lebih dari 4000gr
5.
Cacat bawaan
6.
Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
c.
Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan
Kegawatdaruratan Neonatus
1.
Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana
suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai
250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan
awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah
meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis
sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen
dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan
yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari
hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik
seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat
setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan
hipotermia ditujukan pada:
1) Mencegah hipotermia,
2) Mengenal bayi dengan hipotermia,
3) Mengenal resiko hipotermia,
4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.
Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C -
<360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin,
kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau
disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara
lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat
tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan
asidosisi metabolik.
c.
Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara
lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya
pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan
tangan (sklerema)
2.
Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh
tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh
menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas.
Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan
membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat
stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia
yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas
berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali
dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi
negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat
yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa
jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit
kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam
upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan
gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan
serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah
rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang
berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat
penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan
dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak
kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal,
ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi
adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh
diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan
karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel.
Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan
tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit
atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain :
polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air
kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi
penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria),
infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
4.
Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit
tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil
klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian :
bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan,
mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai
sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi
berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
a.
bersihkan jalan napas,
b.
longgarkan atau buka pakaian bayi,
c.
masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
d.
ciptakan lingkungan yang tenang dan
e.
berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
5.
Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis
gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga
uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi
essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta
(lepasnya plasenta dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta
terletak antara atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus
marginalis, plasenta sirkumvalata).
6.
Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan
frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
Resusitasi merupakan sebuah upaya
menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui
sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan
dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan
tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan
hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan
ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik
pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien
kritis.
Pustaka:
Cunningham. 2005. Obstetri Williams.
Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Samoke.2011.kegawatdaruratanobstetrik.http://samoke.wordpress.com/
2013/03/24