Extended Network Banners

Sabtu, 23 Desember 2017

ETIKA DI KAMPUS

Tata krama adalah adat, sopan santun, atau tindakan, etika yang telah menjadi tuntunan masyarakat diamana pun, kurun waktu kapan pun,terlepas setuju atau tidak. Tat juga diartikan sebagai suatu kebiasaan yang muncul karena terkondisinya rangkaian antara rangsangan atau tantangan dan jawaban, kebiasaan yang lahir dalam hubungan manusia dan telah disepakati. Ada kalanya kebiasaan itu tidak mudah dimengerti dengan akal sehat. Jadi tata krama adalah norma atau kebiasaan yang mengatur sopan santun dan telah disepakati oleh masyarakat.
Tata krama mahasiswa meliputi tata krama mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan dengan dosen/ karyawan.
Contonya:
·         mengucapkan terima kasih atas pertolongan atau kebaikan orang lain.
·         Menerima pemberian orang dengan tangan kanan
·         Berpenampilan baik dihadapan orang.
·         Meminta maaf kepada orang jika ada kesalahan
Tata krama mahasiswa dengan civitas akademika di luar kampus
Mahasiswa sebagai masyarakat kampus atau insan akademik( golongan terpelajar) harus menjaga citra akademik ketika dirinya sedang berada di dalam maupun luar kampus. Biasakan selalu memberi salam terlebih dahulu kepada civitas akademik bila bertemu, lebih baik jika dibiasakan dengan berjabat tangan. Jika berjabat tangan, usahakan menatap muka dengan ramah dan tersenyum. Menjaga perkataan dengan bahasa yang sopan dan halus, jangan menggunakan bahasa yang kurang pantas dan menganggap civitas akademik sebagai teman sebaya, yaitu menggunakan bahasa non formal seperti gue dan elu. Jika ada kepentingan mendesak yang mengharuskan mahasiswa bertemu dengan civitas akademik, usahakan untuk membuat janji terlebih dahulu mengenai kesediaaan untuk bertemu, tempat dan waktu untuk bertemu. Biasakan tersenyum ramah dan menganggukan kepala jika bertemu civitas akademik di luar kampus, misal di jalan ataupun di tempat umum, baik saat berpapasan maupun bertemu.
Tata krama mahasiswa dengan mahasiswa
Jangan mengolok-olok sesaama mahasiswa melebihi batas, meskipun hanya bergurau. Jaga citra sebagai insan terpelajar.
Jangan menyapa teman dengan julukan yang tidak disukainya, seperti dab.
Membiasakan bergaul dengan semua civitas akademik, terutama mahasiswa tanpa membeda-bedakan, seperti golongan, suku, kekayaan dan agama.
Segeralah meminta maaf terlebih dahulu jika ada kesalah pahaman sesama teman mahasiswa.
Menghormati ide, pendapat, pikiran dan hak cipta sesama teman atau warga kampus.
Membiasakan saling menolong sesama mahasiswa yang membutuhkan, contohnya mengumpulkan uang untuk membantu teman yang terkena musibah kebakaran.


Kamis, 22 September 2016

Bahan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

MATERI : Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

a)      Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.

b)     Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1.      Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.

Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1.                Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2.                Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3.                Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4.                Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a)      Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
b)      Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
c)      Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
d)     Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
e)      Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
f)       Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
g)      Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h)      Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a)      Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
b)      Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c)      Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d)     Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
e)      Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.

2.      Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Klasifikasi
1.      Mola Hidatidosa Sempurna
a.          Mola Sempurna Androgenetic
b.         Mola Sempurna Biparental
2.      Mola Hidatidosa Parsial



Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a.       Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b.      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c.       Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Manifestasi Klinis
1.                Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2.                Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3.                Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
4.                Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5.                Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6.                Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7.                Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8.      Gejala Tirotoksikosis
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1.      Perdarahan vaginam
2.      Hiperemesis
3.      Hipertiroid

Penatalaksanaan
1.                Perbaiki keadaan umum.
2.                Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
3.                Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita.
4.                7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
5.                Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan
1.      Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2.                  Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3.      Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1)        Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
2)        Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
3)        Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
4)        Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

3.      Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri.



Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1.                Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas.
2.                Abdomen tegang.
3.                Mual.
4.                Nyeri bahu.
5.                Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1.      Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2.      Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3.      Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1.                Kondisi penderita pada saat itu,
2.                Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3.                Lokasi kehamilan ektopik.
4.                Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1.      Transfusi, infus, oksigen,
2.      Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4.      Perdarahan
1.      Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a.          Perdarahan tanpa nyeri
b.          Perdarahan berulang
c.          Warna perdarahan merah segar
d.          Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e.          Timbulnya perlahan-lahan
f.          Waktu terjadinya saat hamil
g.          His biasanya tidak ada
h.          Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i.          Denyut jantung janin ada
j.          Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k.          Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l.          Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
1.                Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2.                Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3.                Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4.                Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5.        Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6.        Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PD yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PD sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1.        Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2.        Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
3.        Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4.        Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1.                  Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2.                  Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3.                  Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4.      Tindakan setelah melahirkan.
1)      Cegah syok (syok hemoragik)
2)      Pantau urin dengan kateter menetap
3)      Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4)      Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

2.      Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir. (Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1.      penyakit hipertensi menahun
2.      pre-eklampsia
3.      tali pusat yang pendek
4.      trauma
5.      tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1.      umur lanjut
2.      multiparitas
3.      ketuban pecah sebelum waktunya
4.      defisiensi asam folat
5.      merokok, alcohol, kokain
6.      mioma uteri
Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1.      solusio placenta ringan
2.      solusio placenta sedang
3.      solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.


Gejala klinis
1.                Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2.                Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3.                Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4.                Palpasi sukar karena rahim keras.
5.                Fundus uteri makin lama makin naik
6.                Bunyi jantung biasanya tidak ada
7.                Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah
8.                Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia

Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
Gambaran klinik
1.      Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.
2.      Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.
3.      Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
Penanganan solusio plasenta
1.      Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2.      Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.


Pemberian O2
1.      Pemberian antibiotik.
2.      Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.
Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
1.      Bagian placenta yang terlepas meluas
2.      Perdarahan bertambah
3.      Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

3.      Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1.      Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2.      Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3.      Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1.      Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
1)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
2)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
         sampai ke miometrium.
3)      Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
          menembus serosa.
4)      Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1.                Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.                Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3.                Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.                Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.                Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.                Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.                Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.


Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

4.      Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Klasifikasi
 Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.      Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2.      Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3.      Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4.      Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2.      Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
1.      tindakan obstetri,
2.      ketidakseimbangan fetopelvik,
3.      letak lintang yang diabaikan
4.      kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5.      jaringan parut pada uterus,
6.      kecelakaan.

Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:


1.      Histerektomi baik total maupun sub total
2.      Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3.      Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1.      Keadaan umum penderita
2.      Jenis ruptur incompleta atau completa
3.      Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
4.      Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5.      Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6.      Umur dan jumlah anak hidup
7.      Kemampuan dan ketrampilan penolong

Manajemen
1.      Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2.      Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
3.      HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4.      Berikan oksigen
5.      Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi )
6.      Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena. 

5.      Preeklampsia Berat
Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1.      Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2.      Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3.      Gangguan selebral atau visual
4.      Edema pulmonum
5.      Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6.      Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7.      Trobosisfeni
8.      Pertumbuhan janin terhambat
9.      Peningkatan serum creatinin

Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1.      Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2.      Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen)
3.      Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4.      Aspirasi mulut dan tenggorokan
5.      Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi
6.      Berikan O2 4-6 liter/menit

Pengelolaan umum
1.      Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
2.      Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3.      Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4.      Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5.      Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6.      Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
7.      Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8.      Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
9.      Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
1.      Hipotermia
2.      Hipertermia
3.      Hiperglikemia
4.      Tetanus Neonaturum
5.      Penyakit-penyakit pada ibu hamil

2.      Kegawatdaruratan Neonatus
a.      Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.

b.      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1)      Faktor Kehamilan
a)      Kehamilan kurang bulan
b)      Kehamilan dengan penyakit DM
c)      Kehamilan dengn gawat janin
d)     Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e)      Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f)       Infertilitas

a.       Faktor pada Partus
1.    Partus dengan infeksi intrapartum
2.    Partus dengan penggunaan obat sedative

b.      Faktor pada Bayi
1.      Skor apgar yang rendah
2.      BBLR
3.      Bayi kurang bulan
4.      Berat lahir lebih dari 4000gr
5.      Cacat bawaan
6.      Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit

c.       Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
1.        Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1)      Mencegah hipotermia,
2)      Mengenal bayi dengan hipotermia,
3)      Mengenal resiko hipotermia,
4)      Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.       Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b.      Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c.       Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

2.        Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.

Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

4.        Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.

Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
a.       bersihkan jalan napas,
b.      longgarkan atau buka pakaian bayi,
c.       masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
d.      ciptakan lingkungan yang tenang dan
e.       berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.



5.        Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).
6.        Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.

Pustaka:
Cunningham. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Samoke.2011.kegawatdaruratanobstetrik.http://samoke.wordpress.com/

2013/03/24